Suatu ketika saya berkesempatan untuk merasakan indahnya mencinta. Bagaikan pelajaran pertama, saya tidak mengerti apa-apa bahkan tidak tahu apa yang sedang saya rasakan. Sama halnya ketika waktu pertama kali saya merasa pusing, saya tidak tahu apa namanya yang saya alami, saya rasakan sakit di kepala.
Yang saya tahu, mata saya selalu tertuju pada seseorang dengan perasaan aneh. Sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar, mata saya sering memandanginya, mengikuti gerak dan langkahnya. Di pagi hari, selalu harap-harap cemas akan kehadirannya. Alangkah bahagianya ketika dia muncul, apalagi dengan senyumnya, walaupun kadang-kadang bablas saja dia lewat di hadapan tanpa tegur sapa atau senyuman. Dalam hati sudah bersyukur, alhamdulillah... dia baik-baik saja.
Lain halnya ketika penantian pagi tak kunjung usai karena dia tidak muncul-muncul. Segala macam rasa dan pikiran berkecamuk mengkhawatirkannya. Jika dia benar-benar tidak menampakkan dirinya, setengah semangat yang sudah disiapkan untuk seharian seketika menyusut surut. Sepi. Hampa. Rindu. Kehilangan setengah jiwa.
Apakah ini cinta?
Saya mencoba membunuh segala rasa yang terkait dengan dirinya. Sakit. Tidak bisa. Sesak di dada, membobol bendungan air mata dan serta merta mengalir deras tanpa jeda. Seharian penuh saya mencoba, bahkan untuk tidak menatap matanya. Ternyata sangat menyakitkan.
Ternyata lebih menyakitkan ketika "pura-pura" tidak punya rasa apa-apa. Mengingkarinya. Ya sudahlah kuberikan saja cinta itu, rindu itu. Saya menikmatinya. Setiap hal yang terjadi berkaitan dengan rasa itu saya nikmati, karena pilihan lain sudah saya coba, lebih pahit dan sulit.
Pilihan itu membuat saya merasakan sendiri bagaimana indahnya mencinta. Bukan dicinta. Jika dicinta, seringnya kita dipaksa untuk menjawab ya atau tidak, dengan segala bentuk bujuk rayu dan hadiah supaya bilang iya tentunya. Bahkan tak jarang dikasih waktu, deadline. Aneh. Masa mencinta dikasih deadline?
Mencinta sangat alami, tumbuh sendiri, tak perlu dipaksa, tidak ada deadline, meskipun tidak bisa memlilih karena tiba-tiba saja terasa dan itu buat dia bukan yang lain, tapi tetap saja seru. Kadang-kadang menyakitkan ketika melihat dia merespon tidak sesuai harapan atau bersama orang lain atau cuek saja. Tapi entah kenapa hati ini begitu cepatnya pulih dan kembali tegar sekokoh batu karang dan tetap mencinta.
Itulah indahnya mencinta. Punya rasa bertumpuk-tumpuk yang tidak semua orang bisa merasakannya. Punya kekuatan berlapis-lapis yang tak terduga. Punya hati yang berbunga-bunga ketika cinta bersambut :) :)
No comments:
Post a Comment