Thursday, August 11, 2011

Cerita sederhana penggugah nurani

Alhamdulillah...
Tepat sekali rasanya jika blog ini dibuat pas bulan puasa, bulan Ramadhan yang penuh hikmah. Mengawali catatan yang akan tertuang di sini, ada baiknya saya berbagi sebuah cerita sederhana tentang indahnya bermanfaat bagi orang lain.
Siang terik, kering dan berdebu hari Minggu lalu, saya bersama suami dan anak-anak sengaja pergi ke salah satu swalayan di Semarang untuk membeli kebutuhan sehari-hari, termasuk susu formula anak saya sudah hampir habis di kaleng terakhir. Daftar barang yang sudah menipis stoknya di rumah, tentu saja tak lupa kami bawa. Ini membantu kami supaya belanja bisa selesai lebih cepat dan tepat sesuai kebutuhan. Walaupun terkadang masih tergoda melihat barang-barang lain di luar yang ada di daftar belanja, tetapi ini sangat membantu dan meminimalkan pembelian barang-barang yang dibeli hanya karena lapar mata, bukan kebutuhan. Satu keuntungan lagi, belanja bisa lebih cepat selesai sebelum anak-anak mulai rewel karena bosan.
Kurang lebih setengah jam barang-barang kebutuhan kami sudah memenuhi trolly yang kami dorong. Mengantri di kasir memerlukan waktu yang tidak kalah lama, apalagi bulan puasa begini, hari Minggu dan masih terhitung tanggal muda. Saya memilih mengajak anak-anak keluar menunggu di bangku-bangku panjang di dekat kasir dan membiarkan suami yang mengantri, supaya sekaligus biar dia saja yang membayar.
Beberapa menit saya dan anak-anak ngobrol di bangku panjang itu, tiba-tiba ada seorang ibu yang sudah agak lanjut usia duduk di sebelah kiri saya, di bangku yang sama tempat saya duduk. Dia duduk dengan tergesa seolah tak ingin kehilangan kesempatan untuk duduk di bangku itu. Tangan kirinya memegang kakinya dan tangan kanannya menepuk pundak saya.
"Mbak, beli obat gosok yang panas dimana ya?"
"Obat gosok? Di dalam swalayan itu, Bu."
Dia seperti enggan masuk ke dalam swalayan dengan antrian di kasir yang terlihat panjang.
"Atau bisa di toko ujung itu, Bu."
Saya mengerti keengganan ibu itu dan memberi tahu alternatif lain sambil menunjuk salah satu toko yang khusus menjual obat-obatan dan kosmetik.
"Kaki saya kram, mbak," keluhnya sambil memijit-mijit kakinya.
Saya langsung berdiri setengah melompat dan berjalan setengah berlari menuju toko yang saya tunjuk tadi. Sesampainya di toko itu saya langsung menanyakan ke penjaga toko dimana letak obat gosok. Saya memperhatikan jawabannya sambil langsung menuju tempat yang ditunjukkan dan langsung menyambar obat gosok saya bawa ke kasir.
Berhasil membawa obat gosok, saya berlari menghampiri ibu tadi dan membantunya memijit-mijit kaki yang kram dan mengoleskan obat gosok yang baru saya beli. Dia meminta obat gosok itu dari tangan saya dan mengoles-oleskannya sendiri, mungkin kurang kuat pijatannya atau mungkin juga dia merasa tidak enak saya jongkok dihadapannya dan memijit-mijit kakinya.
Saya duduk kembali di sampingnya setelah di wajahnya tidak ada seringai lagi.
"Ke sini sendirian, Bu?"
"Ngga, Mbak. Ada keluarga saya di dalam lagi belanja"
Hati saya lega, karena awalnya khawatir memikirkan bagaimana cara ibu ini pulang sendirian dengan kaki sakit, bahkan jika harus naik kendaraan umum.
Tiba-tiba ibu tadi menyodorkan uang lembaran dua puluh ribuan ke saya. Saya berusaha menolaknya secara halus, supaya beliau tidak tersinggung. Eh... mata ibu itu malah berkaca-kaca dan tak henti berucap terima kasih. Untung suami saya segera muncul dan mengajak kami pulang, jadi saya tidak perlu terlarut dalam haru yang seringnya gampang menyeret saya untuk meneteskan air mata.Saya segera pamit ke ibu tadi dan beranjak ke pintu keluar.
Saya tidak ceritakan kejadian itu ke suami saya, walaupun ketika dia melihat saya sudah akrab dengan ibu tadi dengan wajah heran. Di jalan saya malah terdiam dan berpikir, berandai-andai tepatnya. Ibu yang saya tolong pastilah bukan dari keluarga yang kekurangan, karena belanjanya di swalayan besar dan dari penampilannya rapi bersih. Orang seperti itu saja sangat berterimakasih hanya dibantu beli obat gosok dan sedikit perhatian pada kakinya yang kram. Bagaimana jika orang yang saya tolong orang yang kekurangan? Apa yang akan saya lakukan untuk bisa membantu orang-orang yang memang butuh bantuan? Di mana saya mencarinya? Jujur saja saya lebih suka memberikan bantuan atau pertolongan langsung kepada yang bersangkutan, agar bisa langsung mengetuk hati saya untuk berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi.

Selamat melanjutkan ibadah puasa :)

No comments:

Post a Comment