Thursday, August 25, 2011

Belajar bahasa

Kembali ngomongin lompatan pikiran. Ikuti mimpi saya yang lompat-lompat mulu di otak ini... adalah mimpi bisa menguasai bahasa berbagai macam negara. Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jepang... Jangan mencibir dulu, saya tau banyak keterbatasan tapi bukan berarti tak mungkin. Saya juga masih belum tau gimana caranya, yang saya tau saya pasti bisa. Dari mana datangnya mimpi itu? Entahlah.. saya nikmati aja..
Mimpi bisa menguasai berbagai bahasa masih belum seberapa gila. Berkaitan dengan itu saya punya mimpi tinggal di New York. Sebulan, dua bulan atau entah berapa lama. Ya... memang begitu respon beberapa teman. Ada yang bilang "Kenapa ga ke Swiss? Kenapa ga Paris?". Ada yang cuma senyum kecut, ada yang memandang dari ujung hidung. Tapi ya tak apa.
Sudah terlanjur menari-nari pemandangan dalam mimpi itu. Aku di sana, di sebuah gedung, mungkin sedang bekerja, lagi ngomong sama beberapa orang (mustinya dalam bahasa Inggris ya) yang sekarang aku belum kenal mereka siapa.
Biar saja otak ini berkelana... Mari bermimpi ^_^

Dunia Impian


Tadinya saya mau menamai blog ini dengan “Dunia Impian” atau “Dream Book” tetapi sudah ada yang punya account-nya J dan denger-denger dream book sudah ada bukunya? ^_^ saya belum tau… belum baca…
Tapi di rumah saya punya satu dream book. Awalnya beli sketchbook untuk menyalurkan keisengan yang suka bikin oret-oretan sketsa, ternyata sampai di rumah malah berubah haluan. Halaman pertama saya tulis besar-besar, ceritanya sebagai judul buku: “Dream Book”. Halaman selanjutnya saya tulis dari mana inspirasi itu muncul dan halaman selanjutnya baru daftar impian saya. Besoknya anak saya yang sudah duduk di kelas 3 membacanya dan akhirnya ikut menulis di sana.
Malah jadi cerita buku dream book saya ^_^
Kembali ke laptop…
Kenapa dunia impian? Kenapa jadi Lompatan Pikiran?
Dunia impian... karena saya suka bermimpi, memimpikan sesuatu untuk dicapai, memimpikan sesuatu untuk diperoleh, memimpikan untuk menjadi ”seseorang”, memimpikan sesuatu untuk melakukan sesuatu dan masih banyak mimpi lagi. Banyak impian di otak saya, banyak pikiran yang harus disalurkan, supaya tidak hanya sekedar impian atau pikiran, tetapi jadi kenyatan J hopefully
Lompatan pikiran, saya ambil dari istilah lateral, yaitu cara berpikir untuk bergerak dengan segala kemungkinan. Berpikir melompat-lompat untuk mencari kemungkinan baru, cara pengembangan yang dinamis, untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Berat kalo pakai istilah lateral, saya sendiri masih belum begitu paham. Jadi saya pilih lompatan pikiran saja supaya ringan, seperti anak-anak yang suka melompat-lompat secara harafiah dan melompat-lompat pula pikirannya, keinginannya, mimpinya... membayangkan masa depan mereka ^_^

Reset

Reset tiap hari atau ketika dibutuhkan. Seperti menekan tombol reset di PC atau laptop, tujuannya supaya fresh lagi memorinya, bisa kenceng lagi mikirnya, ga ngadat lagi, ga hang lagi. Tapi yang saya omongin bukan perangkat elektronik, melainkan otak saya, hati saya.
Kok bisa? Gimana ngga! Otak saya ini susah sekali diajak berhenti mikir, apalagi tentang hal-hal yang belum terselesaikan, belum ketauan ujungnya, atau tentang apa saja, termasuk tentang orang yang menarik hati. Nah loh! Ngga bole? Kalo bisa milih siy mending ngga, karena udah tau rentetan panjang di belakangnya. Ini terjadi dengan sendirinya kok... (baca indahnya mencinta dey ^_*)
Jadi ini tentang mencinta lagi judulnya :p
Dengan adanya segala macam keterbatasan (baca: keistimewaan), otomatis otak jadi sangat kreatif memikirkan segala macam cara untuk menyiasati dan memanfaatkan keistimewaan itu. Sendiri! Ga bisa sharing! >_<
Ujung-ujungnya jadi mumet sendiri. Otak jadi penuhhh. Menguras emosi. Sedih. Kalut. Kecewa. Menyesal. Kangen. Sayang. Cinta. Marah. Setengah gila! Bahkan sudah gila kali, punya dunia sendiri di dalam pikiran (ngaku gila aja kalo ga ngaku tar dibilang gila beneran). I can't get out of it.
Satu-satunya cara yang paling manjur dengan me-reset otak. Kembali lagi ke titik awal. Titik awalnya: hanya mencinta. Tidak lebih tidak kurang. Meruntuhkan kembali harapan. Tidak lebih dan tidak kurang. Membunuh rindu, dengan jungkir balik sampe tetes terakhir stok air mata sekalipun. Dan kembali ke posisi alami ternyaman: memeluk dua kaki yang merapat ke dada. Menenangkan diri, step terakhir dari sebuah pe-reset-an.
Tapi kali ini bener-bener gila. Tiap hari harus reset, selang beberapa waktu harus reset. OMG... Hey otak.... slow down plissss...
Harus segera memikirkan yang lain ini... Chayyyooooo!!! ^_^

Wednesday, August 24, 2011

Perubahan

Sebagai seorang pekerja, karyawati di sebuah perusahaan swasta yang sangat akrab dengan perubahan dan sesuatu yang dadakan, mengharuskan saya untuk larut dalam perubahan itu sendiri. Tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan dan Tuhan tentunya.
Sayangnya perubahan sistem yang cepat tidak selalu diimbangi dengan perubahan mindset awak-nya dengan cepat pula. Justru terlihat lambat, masih menggunakan cara lama, nyaman dengan kondisi sebelumnya.
Perubahan memang akan sedikit menyakitkan, tidak selalu jalannya mulus. Seringnya demikian. Sebagai bagian dari awak sebuah kapal besar yang harus selalu berubah menyesuaikan arus dan keadaan, bagaimana sebaiknya kita menyikapi perubahan?

  • Open up your mind. Berpikirlah terbuka, meskipun tidak selalu cocok dengan pendapat bahkan prinsip kita, setidaknya kita terima segala sesuatu itu sebagai kekayaan dan keajaiban semesta yang begitu kaya raya dengan berbagai macam perbedaan. Open mind tidak selalu menerima apa adanya sesuatu hal yang baru. Jika berbeda dengan prinsip kita, terima saja sebagai sebuah perbedaan. Tidak perlu berubah prinsip. Pada dasarnya open mind bagaimana kita berpikir terbuka, menyikapi dengan bijak segala hal yang baru, segala macam perbedaan.
  • Adaptasi. Ikuti perubahan secepatnya. Adaptasi memang memerlukan waktu, tapi jangan berlarut-larut mengambil terlalu banyak waktu untuk beradaptasi. Sedikit paksakan diri untuk segera beradaptasi atau paksakan semaksimal mungkin agar dapat segera berlari mengikuti perubahan.
  • Tambah terus pengetahuan. Perubahan membawa banyak hal baru. Kosongkan gelas. Isi dengan segala macam hal baru, ilmu baru. Tinggalkan segera zona nyaman dan nikmati semua hal baru.
  • Berpikir positif. Setiap perubahan pasti disertai dengan harapan akan sesuatu yang lebih baik. Fokuskan pada keberhasilan tujuan dan harapan. Berpikir positif dan abaikan segala hal negatif, pandang dari sisi positifnya.
  • Jangan lupa berdo'a. Segala sesuatu tak lepas dari kuasa-Nya.
***********

Lilin Kecil

Saya pernah mengikuti training tentang marketing yang diselenggarakan oleh NBO. Pada salah satu sesi, kami diajarkan betapa pentingnya berpikir dan bertindak positif dalam segala hal. Terutama bagaimana berpikir positif ketika sedang mengalami kesulitan atau kondisi yang menyakitkan. Itu yang paling susah. Kita cenderung berpikir negatif ketika susah, ketika sakit, apalagi sakit hati.
Pertanyaan besar saya, waktu itu langsung saya tanyakan ke trainernya: bagaimana jika kita berada di lingkungan yang negatif? Komentar yang terdengar seringnya negatif. Respon yang muncul seringnya negatif. Pandangan orang-orang sering miring. Terlepas saya benar atau salah sepertinya mereka tidak begitu peduli. Intinya sangat negatif lingkungan tersebut. Apa yang harus kita lakukan?
Beliau menatap saya dengan wajah agak sendu, prihatin dengan lingkungan saya. Kemudian menjawab "Memang itu kondisi yang sangat sulit, tapi bagaimanapun anda harus tetap positif. Jangan sampai terpengaruh lingkungan. Jika memungkinkan justru Anda yang mempengaruhi yang lain agar positif. Tetaplah positif. Jadilah lilin kecil yang menerangi kegelapan. Sebesar apapun angin yang menerpa, tetap pertahankan nyala lilin itu. ^_^

Friday, August 19, 2011

Puisi - Hampa hati

Raga berpeluh seiringan mimpi-mimpi semu
Menggapai warna-warni indahnya fatamorgana dunia
Hati meresapi alunan puisi cinta dosa-dosa
Merengguh luluh bersimpuh tanpa daya
Terkadang terbang melayang bagai peri impian
Tanpa sesal...
Luruh iman ini bersama puing-puing kefanaan
Terpuruk di titik nadir..
Tertinggal kehampaan yang tak kumengerti
Hatiku menjerit dan tetap ku tak mengerti
Kubersimpuh berlumur air mata menangisi kehampaan hati
Berharap bisa mengerti
Memohon kembali kesucian hati
Tanpa dendam dan benci
 

Thursday, August 18, 2011

Empati dan berbagi


Hari ini, hati saya perih bagai disayat sembilu. Sedih. Perih. Bukan darah yang mengucur keluar, tetapi air mata yang sengaja saya tahan dengan kuat sampai-sampai tenggorokan terasa tercekat dan menyesakkan dada.
Perjuangan hidup saya tidak mudah, pencapaian yang saya peroleh tidak murah dan tidak sedikit pengorbanan serta bantuan dari saudara kanan kiri. Ketika saya mulai menikmati hidup, menikmati yang telah saya peroleh dan bersiap menggapai impian yang lain, Allah mengingatkan saya untuk mengingat saudara-saudara yang masih membutuhkan bantuan.
Bukan berarti saya tak ingat dengan uluran tangan orang-orang yang sayang kepada saya di saat saya butuh atau saya belum pernah berbagi dengan orang lain. Insya Allah secara rutin ataupun dadakan sudah melakukannya.
Hari ini hati saya tersentak dan terngiang kembali tentang cerita-cerita yang disampaikan teman saya. Teman saya itu, saat ini nasibnya jauh lebih baik daripada saya, dari sudut pandang mata saya tentunya. Hebatnya, dia tetap bersahaja dalam bertindak maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dia tak malu kemana-mana naik angkot, bus kota, bahkan jalan kaki. Dia tak malu makan di emperan pinggir jalan, justru warung-warung sepi yang dituju, yang penjualnya lansia, yang masakannya hanya sekedarnya. Dia sangat mampu untuk memilih hal sebaliknya, tapi dia tak menghendakinya. Pilihan hidup, katanya. Dia yang memilih cara hidup bersahaja seperti itu.
Salah satu ceritanya tentang kebiasaannya makan. Penjual warung-warung yang jadi langganannya sudah hapal, jika dia datang maka akan dibungkuskan 3-5 bungkus nasi. Dia yang bayar, tetapi tidak dibawa pulang, melainkan untuk dibagikan kepada tukang parkir, tukang sapu jalanan atau orang-orang tak mampu yang menjadi pelanggan warung itu juga. Penjualnya yang membagikan, atas permintaan teman saya itu.
Saya hanya tertegun mendengar cerita itu, terlebih lagi ketika dia menjelaskan maksudnya bahwa ketika dia makan, misalnya sekali makan habis lima puluh ribu jika di restoran, maka dia memilih makan di warung pinggir jalan. Sama juga habisnya bisa lima puluh ribu, tapi tidak untuk dirinya sendiri. Makanan untuknya sendiri misalnya sepuluh ribu, sisanya jadi nasi bungkus yang akan dibagikan oleh penjual nasinya. Subhanallah.
Banyak lagi cerita lain darinya yang sering menginspirasi untuk selalu berbagi dan bersahaja, dan hari ini berkelebat memenuhi ingatan pikiran saya. Belum lagi ketika ingat apa komentar Ibu ketika saya membeli barang dengan harga mahal. Ibu membandingkannya dengan penghasilan orang-orang di kampung, atau berapa karung beras yang bisa dibeli dengan harga barang itu.
Teguran nenek juga tak kalah seru menghujam, ketika saya tidak menghabiskan nasi di piring, maka beliau bercerita bagaimana susahnya orang-orang bekerja di sawah untuk bisa menyediakan nasi di depan kita. Dari menanam benih padi, memupuk, mengairi, memanem, menjemur padi itu sampai kering yang kalau musim hujan harus bersusah payah mengeluarkan padi-padi dan buru-buru mengangkutnya ke tempat teduh jika turun hujan dan bagaimana sayangnya para petani itu mengumpulkan satu per satu butiran padi yang tercecer. Dan masih ada serentetan proses panjang lagi agar si padi itu tiba di hadapan kita untuk disantap bersama lauk pauk yang lain. Jika mendengar atau ingat cerita itu, maka saya urung untuk menyudahi makan dan melanjutkannya sampai nasi habis tak bersisa meskipun perut sudah kenyang.

Monday, August 15, 2011

Indahnya mencinta

Suatu ketika saya berkesempatan untuk merasakan indahnya mencinta. Bagaikan pelajaran pertama, saya tidak mengerti apa-apa bahkan tidak tahu apa yang sedang saya rasakan. Sama halnya ketika waktu pertama kali saya merasa pusing, saya tidak tahu apa namanya yang saya alami, saya rasakan sakit di kepala.
Yang saya tahu, mata saya selalu tertuju pada seseorang dengan perasaan aneh. Sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar, mata saya sering memandanginya, mengikuti gerak dan langkahnya. Di pagi hari, selalu harap-harap cemas akan kehadirannya. Alangkah bahagianya ketika dia muncul, apalagi dengan senyumnya, walaupun kadang-kadang bablas saja dia lewat di hadapan tanpa tegur sapa atau senyuman. Dalam hati sudah bersyukur, alhamdulillah... dia baik-baik saja.
Lain halnya ketika penantian pagi tak kunjung usai karena dia tidak muncul-muncul. Segala macam rasa dan pikiran berkecamuk mengkhawatirkannya. Jika dia benar-benar tidak menampakkan dirinya, setengah semangat yang sudah disiapkan untuk seharian seketika menyusut surut. Sepi. Hampa. Rindu. Kehilangan setengah jiwa.
Apakah ini cinta?
Saya mencoba membunuh segala rasa yang terkait dengan dirinya. Sakit. Tidak bisa. Sesak di dada, membobol bendungan air mata dan serta merta mengalir deras tanpa jeda. Seharian penuh saya mencoba, bahkan untuk tidak menatap matanya. Ternyata sangat menyakitkan.
Ternyata lebih menyakitkan ketika "pura-pura" tidak punya rasa apa-apa. Mengingkarinya. Ya sudahlah kuberikan saja cinta itu, rindu itu. Saya menikmatinya. Setiap hal yang terjadi berkaitan dengan rasa itu saya nikmati, karena pilihan lain sudah saya coba, lebih pahit dan sulit.
Pilihan itu membuat saya merasakan sendiri bagaimana indahnya mencinta. Bukan dicinta. Jika dicinta, seringnya kita dipaksa untuk menjawab ya atau tidak, dengan segala bentuk bujuk rayu dan hadiah supaya bilang iya tentunya. Bahkan tak jarang dikasih waktu, deadline. Aneh. Masa mencinta dikasih deadline?
Mencinta sangat alami, tumbuh sendiri, tak perlu dipaksa, tidak ada deadline, meskipun tidak bisa memlilih karena tiba-tiba saja terasa dan itu buat dia bukan yang lain, tapi tetap saja seru. Kadang-kadang menyakitkan ketika melihat dia merespon tidak sesuai harapan atau bersama orang lain atau cuek saja. Tapi entah kenapa hati ini begitu cepatnya pulih dan kembali tegar sekokoh batu karang dan tetap mencinta. 
Itulah indahnya mencinta. Punya rasa bertumpuk-tumpuk yang tidak semua orang bisa merasakannya. Punya kekuatan berlapis-lapis yang tak terduga. Punya hati yang berbunga-bunga ketika cinta bersambut :) :)

Saturday, August 13, 2011

The Silence

Ketika sepi tiada berteman, sendiri dan sunyi, salah satu keadaan yang menenangkan dan bisa membuat aku justru senang. Aku mencoba memejamkan mata, mempertajam pendengaran, mempertajam hati. Mencoba memusatkan konsentrasi pada pendengaran, menyelidik suara-suara yang tidak pernah terdengar saat berisik. Mencoba memusatkan konsentrasi pada hati, menyelidik suara-suara hati yang acapkali tak terdengar ketika sedang hiruk pikuk sibuk dengan uborampe keduniawian.
Bunyi-bunyian yang sangat indah saat sunyi..
Suara-suara merdu yang kadang terdengar sendu..
Terkadang kesunyian pun dapat mengejutkan, ketika suara hati kesal dan mulai mengulang-ulang peringatan agar tidak melakukan sesuatu yang sia-sia dan menghenyakkan ketika suara hati membuat tersadar bahwa perbuatan sia-sia telah terlanjur dilakukan. Hanya sesal dan doa ampunan yang bisa kupanjatkan.
Bunyi sunyi dan suara hati, aku akan sering mencarimu kembali....

Thursday, August 11, 2011

Cerita sederhana penggugah nurani

Alhamdulillah...
Tepat sekali rasanya jika blog ini dibuat pas bulan puasa, bulan Ramadhan yang penuh hikmah. Mengawali catatan yang akan tertuang di sini, ada baiknya saya berbagi sebuah cerita sederhana tentang indahnya bermanfaat bagi orang lain.
Siang terik, kering dan berdebu hari Minggu lalu, saya bersama suami dan anak-anak sengaja pergi ke salah satu swalayan di Semarang untuk membeli kebutuhan sehari-hari, termasuk susu formula anak saya sudah hampir habis di kaleng terakhir. Daftar barang yang sudah menipis stoknya di rumah, tentu saja tak lupa kami bawa. Ini membantu kami supaya belanja bisa selesai lebih cepat dan tepat sesuai kebutuhan. Walaupun terkadang masih tergoda melihat barang-barang lain di luar yang ada di daftar belanja, tetapi ini sangat membantu dan meminimalkan pembelian barang-barang yang dibeli hanya karena lapar mata, bukan kebutuhan. Satu keuntungan lagi, belanja bisa lebih cepat selesai sebelum anak-anak mulai rewel karena bosan.
Kurang lebih setengah jam barang-barang kebutuhan kami sudah memenuhi trolly yang kami dorong. Mengantri di kasir memerlukan waktu yang tidak kalah lama, apalagi bulan puasa begini, hari Minggu dan masih terhitung tanggal muda. Saya memilih mengajak anak-anak keluar menunggu di bangku-bangku panjang di dekat kasir dan membiarkan suami yang mengantri, supaya sekaligus biar dia saja yang membayar.
Beberapa menit saya dan anak-anak ngobrol di bangku panjang itu, tiba-tiba ada seorang ibu yang sudah agak lanjut usia duduk di sebelah kiri saya, di bangku yang sama tempat saya duduk. Dia duduk dengan tergesa seolah tak ingin kehilangan kesempatan untuk duduk di bangku itu. Tangan kirinya memegang kakinya dan tangan kanannya menepuk pundak saya.
"Mbak, beli obat gosok yang panas dimana ya?"
"Obat gosok? Di dalam swalayan itu, Bu."
Dia seperti enggan masuk ke dalam swalayan dengan antrian di kasir yang terlihat panjang.
"Atau bisa di toko ujung itu, Bu."
Saya mengerti keengganan ibu itu dan memberi tahu alternatif lain sambil menunjuk salah satu toko yang khusus menjual obat-obatan dan kosmetik.
"Kaki saya kram, mbak," keluhnya sambil memijit-mijit kakinya.
Saya langsung berdiri setengah melompat dan berjalan setengah berlari menuju toko yang saya tunjuk tadi. Sesampainya di toko itu saya langsung menanyakan ke penjaga toko dimana letak obat gosok. Saya memperhatikan jawabannya sambil langsung menuju tempat yang ditunjukkan dan langsung menyambar obat gosok saya bawa ke kasir.
Berhasil membawa obat gosok, saya berlari menghampiri ibu tadi dan membantunya memijit-mijit kaki yang kram dan mengoleskan obat gosok yang baru saya beli. Dia meminta obat gosok itu dari tangan saya dan mengoles-oleskannya sendiri, mungkin kurang kuat pijatannya atau mungkin juga dia merasa tidak enak saya jongkok dihadapannya dan memijit-mijit kakinya.
Saya duduk kembali di sampingnya setelah di wajahnya tidak ada seringai lagi.
"Ke sini sendirian, Bu?"
"Ngga, Mbak. Ada keluarga saya di dalam lagi belanja"
Hati saya lega, karena awalnya khawatir memikirkan bagaimana cara ibu ini pulang sendirian dengan kaki sakit, bahkan jika harus naik kendaraan umum.
Tiba-tiba ibu tadi menyodorkan uang lembaran dua puluh ribuan ke saya. Saya berusaha menolaknya secara halus, supaya beliau tidak tersinggung. Eh... mata ibu itu malah berkaca-kaca dan tak henti berucap terima kasih. Untung suami saya segera muncul dan mengajak kami pulang, jadi saya tidak perlu terlarut dalam haru yang seringnya gampang menyeret saya untuk meneteskan air mata.Saya segera pamit ke ibu tadi dan beranjak ke pintu keluar.
Saya tidak ceritakan kejadian itu ke suami saya, walaupun ketika dia melihat saya sudah akrab dengan ibu tadi dengan wajah heran. Di jalan saya malah terdiam dan berpikir, berandai-andai tepatnya. Ibu yang saya tolong pastilah bukan dari keluarga yang kekurangan, karena belanjanya di swalayan besar dan dari penampilannya rapi bersih. Orang seperti itu saja sangat berterimakasih hanya dibantu beli obat gosok dan sedikit perhatian pada kakinya yang kram. Bagaimana jika orang yang saya tolong orang yang kekurangan? Apa yang akan saya lakukan untuk bisa membantu orang-orang yang memang butuh bantuan? Di mana saya mencarinya? Jujur saja saya lebih suka memberikan bantuan atau pertolongan langsung kepada yang bersangkutan, agar bisa langsung mengetuk hati saya untuk berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi.

Selamat melanjutkan ibadah puasa :)