Thursday, September 29, 2011

Curhat Sahabat


"Kamu kenapa matanya bengkak begitu? Abis nangis?"
Arin hanya mengangguk lesu. Tak ada tanda-tanda dia ingin mencurahkan isi hatinya pada Dito seperti biasanya. Jika seperti ini Dito hanya bisa diam memandangi Arin, atau membicarakan hal lain supaya sahabatnya itu bisa melupakan sejenak masalahnya.
"Aku mau putus aja!"
"Kenapa ga dari tadi bilang? Ayo tak anter ke rumahnya supaya kamu bisa bilang langsung sekarang," goda Dito sambil menarik tangan Arin supaya berdiri.
Dito kesal karena ternyata apa yang diceritakannya ngalor ngidul sejak tadi tak menghibur Arin yang ternyata masih terjebak dalam pikiran dan perasaannya sendiri.
"Ditooo...," Arin mulai merajuk.
"Memang susah ya ngerti wanita. Tadi bilangnya mau putus, dianter ngomong langsung ga mau. Apa mau lewat telpon? Jangan ah ga etis! Mending langsung aja. Atau kalo ga mau trus mau gimana?"
Arin cemberut monyongin mulutnya sambil ngeliat Dito nyerocos.
"Maunya gimana Arin, sayang?"
"Aku ga ngerti Dito. Dia itu cuek bangeettt.. Ga bisa ngerti perasaanku. Walaupun aku sampein tetep ga ngaruh. Mau aku jumpalitan juga dia ga ngerti, entah ga ngerti apa ga peduli aku ga tau, tapi dia cool ajah!"
"Ya elah Arin.. Kan udah aku bilang. Cowok ya begitu. Dia itu pasti ngerasain hal yang sama, hanya dia itu cowok, ga mau terlihat lemah di depanmu, dia kan pemimpin. Kalo kamu lemah dia lemah trus mau gimana kalian? Siapa yang akan bawa kalian maju?"
"Iya sih, tapi kenapa ga bilang aja perasaannya gimana? Kenapa harus diem? Lagian mengungkapkan perasaan itu kan bukan sesuatu yang lemah. Cowok bisa aja nyampein perasaannya dengan tegas dan tidak terlihat lemah."
"Akhirnya ngomong juga kamu. Ya, karakter orang ya beda-beda, Rin. Kalo mau tetep jalan ma dia, kamu harus berusaha ngerti. Ga usah terlalu dipikirin. Justru sebenernya dia yg mikir, susah ngungkapin perasaan dan harus menanggung beban jadi pemimpin kamu."
"Iya sih To'.. Makasih ya, setidaknya udah lega kalo ada yg dengerin aku ngomong, ada yg ngerti perasaanku."
Beberapa saat mereka terdiam. Arin berusaha mencerna nasehat Dito. Antara ngerti dan ngga ngerti, tapi dia pura-pura ngerti aja daripada tambah panjang. Sebenarnya Arin juga enggan berkali-kali curhat seperti itu dan akhirnya akan sama aja terulang lagi. Apakah karena Arin tidak benar-benar mengerti dan paham dan menuruti nasehat Dito? Hanya Arin dan Tuhan yang tau.
Setelah beberapa saat Dito tertunduk, akhirnya dia angkat bicara lagi.
"Gantian aku nanya. Aku juga kesulitan jelasin permasalahanku sama Silvy, sama kayak kamu. Tapi dia lebih susah nerima perbedaan cara pandang cewek sama cowok dan sepertinya aku harus jelasin itu ke dia dengan baik supaya dia bisa ngerti. Kalo aku minta bantuin kamu gimana?”
"Bantuin gimana maksudnya?"
"Bantuin ngomong ke dia?"
"Iyah"
"Apa ngga aku hancur lebur digebukin dia ntar? Gimana bisa aku lebih ngerti perasaanmu sampe bisa jelasin ke dia sedangkan dia ga bisa?"
"Iya yah.. Kalo Aryo datang ke kamu sama temen ceweknya untuk jelasin perasaan Aryo ke kamu gimana perasaanmu?"
"Ya jeles lah!"
"Siapa yang akan kamu gebukin?"
"Kamu, karena kamu yang punya ide konyol seperti itu."
"​​"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮‎​​ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮. " Dito garuk kepalanya padahal ngga gatal. Dia menyadari kekonyolannya itu.
"Makasih ya, Rin. Enak kalo punya temen yang bisa diajak role play. Jadi aku tau apa yang akan terjadi kalo aku melakukan atau bicara sesuatu ke Silvy."
"Anjrit.. Gw jadi kelinci percobaan!!"
Arin protes dan beberapa kentang goreng pun melayang dari piring ke muka Dito.
"​​"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮‎​​ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮. Makasih ya, Rin. Lain kali aku minta pertimbangan kayak gitu ga papa kan?"
"Ga papa. Besok bukan kentang goreng yang melayang, tapi pisau! Kalo kamu sanggup ya ga papa." Arin senyum sekaligus meledek sahabatnya.
"Hahaha.. Ga papa deh! Udah bisa senyum kan? Gw anter pulang yuk!"
"Ogah."
"Trus pulang naik apa?"
"Nggelinding!"
"Hahaha.. Luph u dah.. Gw duluan kalo gitu. Bye Arin.."
Dito langsung beranjak ke kasir dan pergi meninggalkan Arin yang hanya bisa nyengir.

*****

Tuesday, September 20, 2011

Tak Kan Lagi Kuabaikan…


Seumur hidup aku telah mengabaikanmu, padahal kamu begitu setia padaku. Menemaniku kemana saja, ikut bahagia jika kusenang, ikut sedih ketika kumenangis. Hadirmu tak begitu kupedulikan. Jangankan mengasihimu, merawatmu aja aku ogah-ogahan.
Ketika aku sakit, kamu ikut terbaring bersamaku.  Ketika kamu sakit? Jangankan kuantar ke dokter, sakitmu membuat aku uring-uringan! Buru-buru kusuruh kamu sembuh, entah itu sembuh beneran atau hanya karena menuruti pintaku saja. Padahal telah sepenuh hati kamu rela mengorbankan diri untukku.
Setelah sekian lama baru aku sadar, kamu begitu berarti. Kamu setia banget padaku. Bisa kubayangkan jika tak ada kamu, senyumku akan menjadi janggal, nutrisi yang masuk ke tubuhku tak kan bisa diserap dengan sempurna. Maafkanku, mengabaikanmu selama ini.
Mulai sekarang aku akan belajar menyayangimu, merawatmu, mempedulikanmu dan menjagamu. Sakitmu sakitku juga. Meski aku takut ke dokter gigi, aku akan paksakan diri. Demi kesembuhanmu. Meski aku males denger omelan dokter gigi (wahai dokter gigi, kami sakit gigi itu sudah ampun2 sakitnya... jangan malah suka ngomel2... kenapa blm pernah aku temui dokter gigi yg baik, yg ngasih semangat, yg menenangkan?), aku tetap aku hadapi mereka, untuk kebaikan kita bersama. Aku janji akan rajin mengunjungi mereka untuk memenuhi keperluanmu.
            Jadi kita akur kan Gi sekarang? ^_*

Kurus vs Gemuk


“Eh Indaaa… Kenapa makin kuruuuss?”
>_<
Pertanyaan kuprit yang tidak perlu dijawab sebenarnya. Paling-paling Cuma bisa kubilang ”Iya, mbak/pak/mas/dek... kebanyakan mikir...”
Itu kalo lagi baik, tapi kalo biasa aja ya diam, tak perlu ditanggapi, lebih-lebih kalo lagi sebel mending aku jawab...
”Eh iya donk... Kenapa kamu makin gemuk?”
Nah loh! Eneg kan dengernya? Ya... Sama! Perasaanku ketika dibilang kurus sama seperti orang lain eneg juga ketika dibilang tambah gemuk!
Make up your mind, pals. Kenapa harus menanyakan hal-hal yang seperti itu? Mau nanya kabar? Kenapa ga langsung aja pake kalimat yang lazim ”Apa kabar?”
Mau dibilang perhatian? Kenapa ngga bawain makanan ajahh?? ^_^
Lagian, sudah saja kita saling tau, semua orang tidak merasa puas, yang gemuk pengen kurus, yang kurus pengen gemuk. Semuanya pengen berat yang ideal. Kalopun sudah ideal, what next? Pasti ada sesuatu lain yang membuat kita tetap merasa tak puas. Tak akan ada ujung pangkalnya. Sudah saja, kita syukuri apa yang kita terima ini. Manfaatkan sebaik-baiknya dan tetap menjaga diri supaya tetap sehat. Bukankah sehat lebih penting?
^_^
Piss yooo...

3 Generasi – Kasih Tak Sampai


Fauzi tak dapat menahan kepedihan hatinya lagi. Cukup sudah dia berusaha mengambil hati orang tua Zainab agar diperbolehkan menikahi gadis berparas cantik yang mirip orang Iran itu. Memang cantik, santun, pendiam, ngga neko-neko dan anak orang terkaya di kampung itu.
Bukan hanya Fauzi yang jatuh hati, tentu saja banyak pemuda lain yang memperebutkan hatinya. Pemuda dari kampung itu sendiri,  kampung sebelah, sampai pemuda kota yang bawa mobil mewah-mewah jika bertandang ke rumah Zainab. Namun hati Zainab telah tertambat ke hati Fauzi. Sudah dapat diduga, hati Zainab juga hancur lebur ketika bapaknya tetap bersikukuh menolak Fauzi sebagai menantunya, dilarang menikahi Zainab, karena berbeda strata.
Fauzi memang anak petani biasa, pas-pasan dan hanya sebagai pegawai honorer di sebuah sekolah SMP. Tak ada yangg bisa ia banggakan untuk bisa meluluhkan hati bapak Zainab yang memang terlalu kaku, punya besan ya harus sederajat.
Waktu berlalu bersama kisah kasih tak sampai Fauzi dan Zainab yang sekarang sama-sama sudah berkeluarga, dengan orang yang sederajat tentunya. Zainab menikah dengan pemuda pilihan Bapaknya, Fauzi menemukan cinta baru di dekat sekolah tempat ia bekerja. Gadis yang tak kalah cantik, anak petani biasa, mungkin karena Fauzi kapok menaruh harapan terlalu tinggi terhadap anak gadis orang kaya.
Sekarang giliran keturunan keluarga kaya itu yang ketiban cinta kepada keluarga miskin. Baim, ponakan Zainab, anak dari kakak kandungnya, jatuh cinta pada Tiar, sepupu Fauzi, anak pamannya. Baim pemuda yang baik, supel dan romantis. Tak sulit baginya untuk mengambil hati Tiar.
Hidup di kampung, seperti hidup di tengah-tengah keluarga besar yang saling peduli. Tak lama kisah cinta Baim dan Tiar pun menyebar. Ibarat jarum jatuh pun terdengar sampai ke ujung jalan kampung itu. Berita ini tak urung akhirnya terdengar juga oleh kedua keluarga. Keluarga Tiar menanggapinya biasa saja, sudah biasa namanya anak muda saling jatuh cinta. Berbeda dengan keluarga Baim yang selalu menjaga ’nama baik’, menurut mereka, sehingga langsung Baim dipanggil ibunya.
”Baim pacaran sama Tiar?”
Baru duduk di hadapan kedua orang tuanya, Baim langsung diinterogasi.
”Iya, Bu.”
”Kenapa milih Tiar?”
”Hati saya yang memilih, Bu. Saya juga ngga ngerti kenapa saya bisa jatuh cinta pada Tiar, padahal saya tau betul masih banyak gadis yang lebih cantik dari dia.”
”Dan lebih kaya!”
Baim terperanjat memandangi ibunya. Baim langsung mengerti arah pembicaraan ini. Masalah kaya dan miskin yang masih dianut keluarga besarnya. Dia langsung teringat cerita tentang Fauzi dan Zainab yang jadi tersohor bagaikan artis di kampung itu. Sedihnya, dia akan menerima nasib yang sama dengan bibinya itu.
”Ibu tidak mempermasalahkan dia bukan gadis tercantik di kampung ini, nak. Tapi berpikirlah, masa depanmu, masa depan anak-anakmu, harus memiliki bibit dan bobot yang unggul. Jangan sampai hanya kita yang terbebani masalah biaya hidup di keluarga kecilmu nanti. Jika ada apa-apa dengan keluarga kita, terus kamu mau menyandarkan diri ke siapa lagi? Kamu harus menikahi anak gadis orang yang mampu juga, nak. Jangan bebani hidup kamu. Jangan bebani hidup kami. Kita semua berhak bahagia”
Baim hanya menunduk. Seluruh badannya jadi lesu, tak bersemangat. Kerongkongannya tercekat. Hatinya berteriak, ingin mengajukan berbagai macam argumen ke ibu bapaknya. Tapi otaknya melarang, nilai-nilai yang telah masuk ke otaknya mengharuskannya untuk menuruti kata-kata orang tuanya.
Keesokan harinya, dengan berat hati dia menuturkan ihwal perbincangan dengan orang tuanya kemarin sore. Tak ada lagi yang bisa dijanjikan untuk Tiar. Baim telah melepasnya, melepaskan ikatan hatinya. Meski perih menyayat hatinya dan hati Tiar. Jika keluarga Baim telah memutuskan sesuatu, tak ada yang berani melawan.
Dua kisah kasih tak sampai ternyata tidak cukup membuktikan bahwa kedua keluarga itu memang tak ditakdirkan untuk jadi satu keluarga. Kini giliran Andre dan Intan. Andre, adik bungsu Baim, sejak kecil sudah mengagumi Intan, anak dari sepupu Tiar. Tetap dengan kondisi yang sama. Andre sudah turun temurun jadi keturunan orang kaya, Intan sudah nasibnya jadi keturunan orang yang pas-pasan.
Mereka sering bermain bersama, tumbuh dan bersekolah di tempat yang sama, meski tidak satu kelas. Intan adik kelas Andre. Ketika SMP Andre bisa masuk ke sekolah favorit di daerah itu, tentu saja Intan bisa masuk juga dengan mudah di tahun berikutnya. Mereka tetap berteman. Meskipun orang-orang menganggap mereka pacaran. Tidak. Tidak pernah sekalipun mereka berbincang berduaan. Pasti rame-rame.
Meski begitu, yang naksir Intan ga berani mendekat, karena saingannya anak orang terpandang di kampung itu, bahkan di kecamatan itu. Sedangkan cewek-cewek ngga ada yang mau berusaha sia-sia mendapatkan hati Andre, karena sudah sangat jelas bahasa tubuh Andre sangat mengagumi Intan. Tak pernah lepas pandangannya dari Intan ketika Intan melintas. Tak jarang mereka hanya saling melihat dari jarak jauh.
Meskipun semua orang tau mereka saling mengasihi, tapi Intan tetap tak yakin akan perasaan Andre terhadapnya. Andre tak pernah menyinggung sedikitpun tentang cinta kepadanya. Ngobrol aja rame-rame, gimana mau nyampein perasaan?
Saat kuliah tiba, Andre merantau ke luar kota. Tak pernah ada kabar lagi. Saat Intan kuliah, ternyata dia diterima di perguruan tinggi di satu kota dengan Andre. Tapi mereka tetap tak pernah bertemu, karena jaraknya jauh. Intan tetap tak berani membuka hatinya buat orang lain. Hanya Andre yang ditunggu. Teman dekat dia punya banyak, yang terang-terang menyatakan cinta pun tak sedikit. Tapi dia hanya mau Andre.
Suatu ketika Intan mendapat telepon di tempat kost-nya.
”Assalamu’alaikum, Intan.”
”Wa’alaikumsalam.”
”Aku Andre, gimana kabarmu?”
”Baik, alhamdulillah.”
Perbincangan itu terhenti cukup lama, sangat canggung, karena sebelumnya tak pernah terjadi. Baru kali ini Andre ngomong langsung ke Intan.
”Mas Andre gimana? Sudah punya pacar?”
Ups.. tiba-tiba Intan menyesali pertanyaan yang sudah mendesak dari dasar hatinya dan tak mampu lagi dia tahan.
“Sudah In, sudah lama. Dia teman sekampusku.”
“Kapan-kapan kenalin ke aku, ya.”
Hanya itu yang tersampaikan dalam perbincangan itu. Tak banyak, meskipun memakan waktu yang lama. Demikian juga pada telepon-telepon selanjutnya. Irit bicara. Intan jadi heran, kenapa ketika sudah sangat lama tak ada kabar, sekarang sudah punya pacar malah sering nelpon? Pertanyaan yang tak terjawab. Akhirnya Intan pun membuka hati untuk orang lain. Meski dia tau, itu bukan cintanya.
Hingga waktu datang Intan sudah memiliki pekerjaan, Andre masih serabutan. Andre pun masih sering menelepon. Suatu ketika Andre berpesan, ”Kalo nanti mau nikah, kasih tau aku ya.” Pinta Andre diiyakannya. Meski dia tak mengerti ulah pemuda itu terhadapnya, terhadap hatinya.
Sudah punya pekerjaan, sudah ada calon, tak perlu menunggu lama lagi untuk menikah. Persiapan sudah matang, undangan sudah tersebar. Sudah pasti Intan ingat pesan Andre.
”Mas Andre, aku mau menikah 2 minggu lagi. Undangan sudah kami sebar. Mas Andre datang ya.”
Baru kali ini Intan lancar bicara ke Andre. Hening di seberang sana. Tak ada respon.
”Mas dengar? Aku mau menikah. Katanya kalo mau nikah suruh kasih tau.
”Iyah aku dengar.”
Suara Andre parau.
”Tapi maksudku bukan seperti ini, Intan. Mustinya jauh-jauh hari Intan kasih taunya. Intan kan tau Mas sayang sama Intan.”
Hening. Terdiam semua. Air mata Intan tak terbendung. Kata-kata itu, kenapa baru dia dengar sekarang?
”Kenapa Mas baru bilang? Lagian Mas kan sudah punya pacar?”
”Kalau jauh-jauh hari, aku masih punya kesempatan, In. Pacarku itu? Kamu tau sendiri sering aku cerita sering berantem sama dia.”
”Mas aneh! Kenapa harus nunggu aku mau nikah dulu baru bilang sayang ke aku? Udah gitu punya pacar berantem mulu kenapa betah? Kenapa ngga diputus aja?”
Hati Intan sudah tak tahan lagi. Kalau mau menumpahkan isi hati, hanya saat ini waktu yang dia punya.
”Lagian Mas kan tau, keluarga besar kita seperti apa. Memangnya kalau Mas mau sama aku, terus sama Ibu boleh? Pasti lebih dipilih pacar mas yang anak orang kaya itu juga kan”
”Iyah...” jawab Andre lunglai, pasrah.
Hening. Semua terdiam. Intan puas sudah tau jawabnya. Dia puas mengetahui bahwa sebenarnya dia tak merasakan cinta sendirian. Mereka menangis bersama, di tempat berbeda. Tak mengerti apa yang harus dilakukan. Dan akhirnya Intan memaksakan diri untuk bilang...
”Sudahlah Mas, ikhlaskan aku menikah. Doakan adikmu ini bahagia”
”Amin.”
Tak ada lagi kata. Hanya salam penutup dan tangisan keduanya yang terus berlanjut lama.

***

Friday, September 16, 2011

Fokus >> yang bisa dilakukan


Manusia yang tercipta sebagai makhluk sosial, memiliki kecenderungan untuk melakukan interaksi dengan manusia lain, makhluk lain. Semua jenis manusia memiliki kebutuhan, id, ich untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, mempertahan kelanjutan generasinya, life instinct. Di dalam perjalanannya untuk mencapai dan mendapatkan kebutuhan itu tak jarang dijumpai kendala, hambatan, ancaman bahkan jalan buntu yang memunculkan death instinct kita.
Jika masih berupa kendala masih bisa diatasi, hambatan masih bisa dicari jalan keluar, ancaman bisa dilawan dengan keberanian, sedangkan jalan buntu? Apa yang musti kita lakukan? Inilah yang sering membuat kita putus asa, putus harapan, menimbulkan emosi negatif dan terjebak dalam lingkaran setan yang ujung-ujungnya tetap saja ketemu jalan buntu.
Alih-alih merenungi nasib yang tak kunjung mampu mendapatkan apa yang kita inginkan, tak mampu meraih harapan yang kita gantung, dan membuat hidup kita terhimpit, dunia kita jadi sempit, bukankah lebih baik kita memikirkan hal-hal lain yang masih bisa kita lakukan? Buka hati dan pikiran lebar-lebar. Pertajam penglihatan dan pendengaran, masih banyak peluang. Masih banyak jalan menuju Roma kawan. Tidak jadi ke Roma juga tidak masalah, kan? Masih banyak kota lain yang lebih indah ^_^

Puisi - Dukaku Sahabat

Sahabat...
Ketika dukamu kau bagi dan tak kumengerti
Ketika asamu hilang tak terganti
Ketika rindumu tak teratasi
Maafkan aku sahabat
Aku tak mengerti
Tapi aku akan tetap di sini
Ceritamu itu membuatku pilu sekaligus rancu
Mengapa kau biarkan itu terjadi padamu?
Aku tau kau pun tak tau...
Maafkan aku sahabat
Aku tak mengerti
Tapi ku kan tetap di sini
Menyediakan bahuku tuk tangismu
Mengusir gundah dan sepimu
Mungkin hanya bisa meratap dan menangis bersamamu

Thursday, September 15, 2011

Haus Ilmu


Tuhan menganugerahkan tubuh dengan metabolisme tingkat sangat tinggi kepadaku. Alhamdulillah aku ngga perlu repot-repot diet, seperti kebanyakan cewek di muka bumi ini. Sebentar-sebentar aku merasa lapar, bisa makan apa saja (selama masih dalam kategori makanan dan halal tentunya), kapan saja tanpa khawatir tubuh berubah jadi bengkak, bahkan aku malah menginginkan menambah berat badan. Meski susahnya minta ampun, tapi ya tetap usaha aja, tetap makan banyak.
Seperti halnya tubuh, otakku jika punya metabolisme mungkin memiliki tingkat yang sama tingginya dengan metabolisme tubuhku. Banyak sekali yang dipikirkannya. Banyak sekali keinginannya. Banyak sekali yang ingin diketahui dan dikuasainya (ketrampilan misalnya – pengen bisa ini pengen bisa itu). Blog ini juga menjadi salah satu cemilan buat otakku yang agak ’rakus’ ini.
Dan seperti nama blog ini juga, otakku suka melompat-lompat menginginkan sesuatu, memikirkan sesuatu. Bukan berarti tidak bisa konsentrasi, melainkan mudah tertarik pada banyak hal dan akan terus menerus semakin penasaran jika belum dituruti.
Seseorang pernah mengatakan bahwa fokus pada satu hal dan menjadi ahli di bidang itu lebih baik daripada mengetahui banyak hal tapi hanya sedikit-sedikit saja. Ungkapan itu tidak salah, tapi bagaimana dengan orang yang gampang bosan seperti aku? Bukan berarti aku tidak punya interest terhadap suatu hal, aku punya, tapi lebih dari satu. Jika bosan menekuni yang satu, bisa beralih ke yang kedua, jika bosan lagi bisa beralih ke yang ketiga atau kembali ke satu.
Jangankan pengetahuan atau ketrampilan, membaca buku saja aku bisa cepat bosan, tapi bukan berarti aku berhenti membaca buku, tapi aku beralih ke buku yang lain, jika bosan lagi akan beralih ke yang lain atau kembali ke buku yang pertama. Mungkin karena itulah aku tidak bisa memilih salah satu bidang untuk menjadi ahlinya. Pengennya ahli di semuanya... hehehe... Lebih baik tau banyak hal daripada tidak tau apa-apa. Lebih baik bisa melakukan banyak hal daripada tidak memiliki ketrampilan sama sekali.

Wednesday, September 14, 2011

Desainer dan fashion


Mungkin sudah jadi bawaan, keturunan atau genetic aku suka otak-atik segala sesuatu tentang fashion, terutama pakaian. Mulai dari mendisain, memilih bahan, memotong bahan, menjahit, merapikan sampai melengkapinya jadi lebih cantik. Aku suka pakaian, tas sepatu, aksesoris dan uborampe lainnya. Aku suka menjual atau membelinya juga tentu saja. A.ka. shopping!! Standar lah… ^_^
Gen pecinta fashion sepertinya sudah mulai dari moyangku. Yang aku tau mulai dari ibunya uyut, uyut sendiri penjahit bahkan konon beliau bisa membuat pakaian tanpa mengukur badan orangnya, tapi hanya dengan melihat sudah bisa memperkirakan ukuran baju orang tersebut. Dan hasilnya pas! Trus generasi setelah uyut, nenek juga bisa menjahit, kakaknya nenek, trus ibuku trus aku. Gen bawaan ini mungkin yang membuat aku bisa menjahit, membuat pakaian tanpa pernah kursus dimanapun. Hanya pelajaran turun temurun. Jadi jangan tanya teori menjahit, aku ngga ngerti blasss ^_^
Penyakit generatif pecinta fashion ini membuatku pengen jadi desainer, punya rancangan sendiri, karya sendiri dan butik sendiri. Muluk-muluk? Biarin! Kita semua bebas bermimpi. Apa? Telat belajar? Biarin aja. Mimpi boleh apa saja, kapan saja, dimana saja.
            Mau tau beberapa contoh hasil karyaku? Silakan kunjungi blog: http://stherapy.wordpress.com atau facebook: Toko Qeeta di folder handmade. Alhamdulillah sudah banyak yang menghargai hasil karya anak bangsa ini. Banyak juga yang tidak sempat di upload, baik pesanan secara utuh maupun bahan yang minta di desain sekaligus pembuatannya.
            Tapi bukan ini mimpi yang aku punya. Ini hanya sebagai langkah awal, mimpi besarnya jadi desainer yang punya butik sendiri. Butik yang bagus dan besar tentunya. Amin.

Tuesday, September 13, 2011

Perhatikan Rani

Adekku, cowok satu-satunya di keluargaku (aku cewek satu-satunya juga.. hehehe) itu... pernah suatu ketika memainkan gitar dan menyanyikan lagu buatku. Itu udah jaman dulu,.. lama banget.. aku masih suka belajar mainin gitar ke dia (sekarang ngga sempet hiks - ga disempetin). Meskipun udah lama banget tapi aku tetep inget,... membekas di hati... makasih ya dek... Good luck for you ^_^

Ini lirik lagu yang mainkannya:

Perhatikan Rani

Beranjak dewasa kakakku Rani tercinta
Sudah saatnya belajar berpijar
Tinggalkan Jakarta demi masa depan cipta
Sudah waktunya kau mulai terjaga


Beranjak melentik kakakku Rani yang cantik

Jadikan masa depanmu menari
Ingat s'lalu pesan kedua orang tuamu
Jalani dengan hatimu yang tulus

Reff:

Dan jangan takut, jangan layu
Pada semua cobaan yang menerpamu, jangan layu
Kami selalu bersamamu dalam derap
Dalam lelap mimpi indah bersamamu


Padamkan sekejap warna-warni duniamu

Saat kau mulai kehilangan arah
Nyalakan sekejap warna-warni duniamu
Saat berjalanmu kembali tegap
Mungkin semua ini 'kan cepat berakhir
Semoga semua ini adalah
Persinggahan sementara mimpimu

Kembali ke: Reff (2x)

Monday, September 12, 2011

Initial statement

Mencintai seseorang adalah anugrah yang paling indah yang pernah kita rasakan di dunia ini. Setidaknya begitu kata orang. Cinta pada anak, pada keluarga, terutama pada seseorang yang spesial. Begitulah cinta, begitu spesial rasa itu sehingga banyak sekali lagu yang bertema cinta.
Pada awalnya ketika jatuh cinta, semua terasa indah, semua menyenangkan. Jangankan tau isi hatinya, ngeliat orangnya aja udah bisa jumpalitan kegirangan. Apalagi tau isi hatinya dan ternyata dia juga suka, cinta ama kita. Wuihhh... setengah jiwa melayang-layang kegirangan. Tanpa sadar bibir selalu menyungging senyum kebahagiaan. Pikiran tak henti berucap 'apa lagi yang aku inginkan?' Semuanya serasa sudah di tangan. Sebuah perasaan yang perlu disimpan dalam memori kalo perlu di-copy sebanyak-banyaknya supaya ga hilang. Sewaktu-waktu sedih bisa di-loading kembali sehingga hati kita bisa bahagia sebahagia-bahagianya. Jika tidak bisa di-copy, sering-sering mengingat kembali mungkin bisa dicoba untuk tetap menyegarkan ingatan yg menyenangkan itu.
Belum pernah jatuh cinta? Sabaaarr.... Masa iya sih ada orang yang tidak pernah jatuh cinta sama sekali? ^_^
Cinta itu memilih, bukan dipilih... jadi biarkan cinta yang memilih siapa yang akan dijatuhi hehehe...