Thursday, August 30, 2012

Bijak: tak ada sekolahnya, bukan berarti tak mungkin!

Betapa banyak negeri ini dikaruniai orang-orang pandai, berotak brillian bahkan jenius. Berbagai macam olimpiade misal: fisika, matematika dan masih banyak bidang lain juaranya adalah dari Indonesia. Tidak hanya satu atau dua kali, tapi sering. Tentu saja kita bangga, kita bangsa yang dianugerahi otak cerdas! Sumber daya alamnya pun tak dapat dipungkiri Indonesia sangat kaya. Namun yang jadi pemikiran menggelitik adalah mengapa negeri ini tak kunjung maju, setidaknya meninggalkan 'cap2' negatif yang sudah tertanam yang jika ditanya, maka Indonesia menduduki peringkat sepuluh besar dalam hal negatif. Tak perlu disebutkan karena saya tak bangga akan hal ini.
Me-refer ke posting saya sebelumnya mengenai berfikir positif, sudah selayaknya kita tidak hanya berfikir positif tentang diri kita, keluarga kita, yang di sekitar kita, negeri kita tercinta ini sudah selayaknya bersama-sama kita berikan sumbangan hal-hal positif. Orang bijak bilang, dari pada  berkutat pusing memikirkan hal-hal negatif yang belum tentu kita bisa selesaikan dengan mudah dan segera, bahkan bisa menambah runyam permasalahan, lebih baik memikirkan peluang apa yang bisa kita perbuat untuk terus bergerak maju. Seperti halnya kita sebagai pribadi, negeri ini juga punya kelemahan dan kelebihan. Sudah terlalu banyak yang 'mengurus' kelemahan negeri ini. Bagaimana jika kita mengambil bagian dari yang terus maju memanfaatkan kelebihan-kelebihannya? Berfikir positif bahwa negeri ini adalah negeri kaya raya yang rakyatnya bisa makmur sentausa? Masih kata orang bijak juga, kita sebagai pribadi jika terus menyesali kekurangan kita, sibuk 'mengoperasi plastik' kekurangan kita, maka kita akan lupa memanfaatkan kelebihan kita, memanfaatkan hal-hal positif yang ada pada diri kita.
Bukankah kita akan turut wangi ketika berteman dengan saudagar parfum dan tidakkah mustahil kita akan ikut bijak ketika mengikuti kata-kata orang bijak?
Just an idea...

Insting... Firasat...

Insting atau naluri yang dalam bahasa Inggris disebut instinct di psikoanalisis dihubungkan dengan kekuatan dalam diri manusia yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan individu atau manusia. Insting dianggap sebagai tenaga psikis yang berasal dari alam bawah sadar yang ditunjukkan dalam dua hal, yaitu Eros atau life instinct dan Thanatos atau death instinct. Life instinct kita miliki untuk melanjutkan hidup, kita makan, minum, bernafas adalah contoh konkritnya, sedangkan death instinct adalah naluri kita dalam mempertahankan diri dari serangan yang mengancam hidup kita, seperti melawan ketika dipukul atau membela diri dsb.
Seringkali kita dengar saran untuk mengikuti insting, yang merujuk pada kata hati. Hati nurani, tempatnya kita melihat lebih dalam tentang diri kita sendiri ketika kita tidak tau mana yang salah mana yang benar karena telah terkaburkan. Sering juga bisa kita temukan kedamaian ketika sedang kalut tak tau harus berbuat apa dan tidak ada jalan keluar.
Bagaimana dengan firasat? Kadang seseorang memiliki firasat, pertanda bahwa sesuatu akan terjadi. Bisa juga kepekaan hati terhadap sesuatu. Jika menurut kamus bahasa Indonesia, firasat adalah sebuah keadaan yang dirasakan terhadap sesuatu. Di kamus bahasa Inggris, firasat disebut hunch, feeling yang jika diartikan lagi ke bahasa Indonesia menjadi naluri, perasaan....
Insting, hati nurani, naluri, perasaan... entah mengapa itu semua terasa begitu dekat dengan kehidupan saya...